Jumat, April 9

News : Fransisco "Pancho" Rotunno Pamit Pulang ke Chile

 Fransisco "Pancho" Rotunno Pamit Pulang ke Chile

Pagi kemarin Pancho tampak berada di pendapa Kabupaten Pasuruan di jalan alun-alun utara Kota Pasuruan. Lelaki 33 tahun yang kemarin berkaus putih itu tengah mencari Bupati Pasuruan Dade Angga. "Saya mau pamit. Soale pukul 13.00 nanti siang (kemarin), saya sudah harus di bandara Juanda," kata Pancho dalam bahasa gado-gado Indonesia-Jawa.

Pancho memang sudah cukup fasih berbahasa Indonesia campur Jawa. Maklum, ia terhitung sudah menginjakkan kakinya di bumi Sakera Pasuruan sejak 2003 lalu. Saat itu Kabupaten Pasuruan masih dipimpin Bupati Dade Angga yang memang gila bola.

Kebersamaan Pancho dengan Persekabpas ternyata bertahan sampai Dade Angga kembali memimpin Kabupaten Pasuruan untuk periode keduanya saat ini. Sebab itu, Pancho menganggap Dade Angga sebagai orang penting dalam karir sepak bolanya di Pasuruan.

Ceritanya, Pasuruan adalah daerah pertama yang jadi tempat Pancho berkarir begitu ia pergi melanglang dari kampung halamannya. Yakni Kokinbo, Chile. Dan Persekabpas adalah tim pertamanya.

"Waktu pertama kali ikut seleksi (di Persekabpas pada 2003), saya sudah senang dengan Pasuruan. Sebab di sini (Pasuruan), saya merasakan kedamaian. Yang terpenting, ternyata Pasuruan memiliki supporter hebat. Sakeramania berpengaruh terhadap permainan saya," katanya.

Karena itulah ia pernah menolak tawaran dari klub lain yang sempat datang kepadanya. Itu tak lain karena Pancho juga pernah dibujuk Dade Angga agar terus menetap bersama Persekabpas.

Bersama Persekabpas, Pancho telah merasakan segala pengalaman manis bahkan getirnya. Dari ketika klub ini digerojok dana puluhan miliar sampai sekarang jadi tim miskin dana.

Namun, Pancho mengaku dia betah di Persekabpas bukan semata karena materi. "Saya tetap bermain meski klub ini goncang. Sebab saya sudah cinta sama Persekabpas," katanya.

Selama membela The Lassak, Pancho mengakui baru di akhir-akhir ini sampai kondisinya jadi serba sulit. Termasuk sampai terlambat membayar gaji kepada para pemainnya. "Tapi itu bukan salah satu faktor merosotnya Persekabpas," tegasnya.

Kala Persekabpas terombang-ambing di Divisi Utama 2008-2009, Pancho mulai merasa tim ini sudah tidak konsisten. Apalagi ketika ia mengikuti di media bahwa Persekabpas turun kasta. Pancho mulai putus asa. Dia merasa tidak bakalan bisa membela lagi The Lassak.

"Di divisi utama kan ada regulasi tidak boleh memakai pemain asing. Karena itulah saya harus pulang ke Chile," ujarnya bernada menyesal. Padahal, dia punya target pribadi untuk membawa Persekabpas bisa menembus kasta ISL (Indonesian Super League). Sayang, yang terjadi sebaliknya. The Lassak justru tergelincir.

Pancho mengakui keuangan di manajemen memang sering mengusik hatinya. Terlebih ketika Pancho menjadi tempat keluh kesah para rekannya. "Tapi, bagi saya sepakbola bukan itu. Yang saya tidak suka, kenapa di sepak bola ini sering dikait-kaitkan dengan politik. Mungkin inilah yang membuat Persekabpas turun peringkat," katanya.

Ia pun menyesal kenapa di belakangan ini Sakeramania -julukan untuk supporter pendukung Persekabpas- tidak lagi memberi dukungan penuh ke tim. Padahal, kalau dulu Persekabpas main di Pogar, Pancho mengingat stadion bisa penuh. Teriakan-teriakan supporter nyaring di telinganya.

Tapi, suasana itu sudah tidak terjadi lagi. Dukungan Sakeramania merosot jauh.

Apakah selama ini Pancho tidak tergiur pindah ke tim lain? "Di tahun 2005, terus terang saja saya pernah diincar oleh klub yang sekarang bermain di Superleague. Bahkan di awal musim 2008, saya pernah dipinang Pekanbaru. Itu saya tolak meski tawaran gaji disana lebih besar dari Persekabpas," kata ayah dari bocah bernama Paulo Rotunno.

Itu semua, kata Pancho, karena Persekabpas yang dikatakannya sudah menyatu dengan jiwanya. Tapi, dengan kondisi Persekabpas turun kelas, berarti peluangnya untuk membela tim ini kian menipis.

Telah banyak memori indah yang terekam di benak Pancho selama berada di Pasuruan. "Dulu pernah ketika saya berlatih di pagi hari, ada seorang anak kecil yang memakai baju Persekabpas. Dia sama orang tuanya. Karena lihat saya, akhirnya dia tidak mau berangkat ke sekolah. Dia mau (sekolah) asalkan dipertemukan saya dulu," kata Pancho mengenang pengalaman yang menurutnya tak terlupakan itu.

Tapi, kenangan tetap kenangan. Ada perjumpaan, ada perpisahan. Kemarin, Pancho harus membawa pergi segepok kenangannya menuju kampung halamannya. Dari bandara Juanda, Pancho akan transit di beberapa kota. Seperti ke Kuala Lumpur, Malaysia, lalu ke Afrika Selatan, kemudian ia harus mampir ke Buenos Aires Argentina. Baru kemudian sampai di Santiago, Chile. Dan diperkirakan pada Jumat pagi, Pancho baru berada di Kokinbo, kota kelahirannya.

Sampai di kampung, apakah Pancho akan bermain bola lagi bersama klub di Chile? "Itu pasti. Tapi kalau ada," ujarnya.

Tapi, Pancho memang kadung cinta dengan Persekabpas, dengan Pasuruan. Walau sudah berada di Chile, ia tetap siap balik ke Pasuruan untuk membela Persekabpas. "Yang jelas saya tetap menantikan panggilan dari Persekabpas. Kalau dipanggil lagi, saya akan segera balik. Karena saya masih mampu bermain dan membela Persekabpas," katanya. Sebelum pamit, Pancho sempat bertitip pesan. Ia meminta supaya Sakeramania, para suporter Laskar Sakera terus membela klubnya.